Sejarah Pelabuhan Teluk Bayur

Sejarah Pelabuhan Teluk Bayur

Sejarah Pelabuhan Teluk Bayur - Pelabuhan Teluk Bayur adalah salah satu pelabuhan yang terdapat di Kota Padang, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Pelabuhan Teluk Bayur sebelumnya bernama Emmahaven yang dibangun sejak zaman kolonial Belanda antara tahun 1888 sampai 1893. Nama Emma Haven itu diambil nama seorang ratu di Belanda, yaitu Ratu Emma. ibu dari Ratu Wilhelmina yang berkuasa di Belanda pada saat Perang Dunia I dan II.  Pelabuhan ini berfungsi sebagai pintu gerbang antar pulau serta pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor dari dan ke Sumatra Barat.

Sejarah Pelabuhan Teluk Bayur

Pelabuhan Teluk Bayur sudah beroperasi sejak 1780-an selama Perang Inggris-Belanda namun saat itu tidak seperti pelabuhan, bahkan saat perang Napoleon pelabuhan Teluk Bayur mencapai kejayannya pada tahun 1818.

Karena saat itu pelabuhan Teluk Bayur merupakan pelabuhan tertua kedua setelah Sunda Kelapa, Pelabuhan Teluk Bayur juga merupakan pelabuhan yang terbesar kedua setelah Tanjung Priok. Bahkan pada masa itu, Pelabuhan Teluk Bayur menjadi pusat perdagangan Indonesia ke negara-negara seperti Samudra Hindia, Eropa dan Amerika.

Pelabuhan ini juga pernah mengalami musibah besar diterjang gempa dan tahun 1797 setinggi 5-10 meter diikuti oleh gempa 8,6 SR, menyebabkan kerusakan yang signifikan, bahkan memindahkan kapal layar yang sarat muatan, satu kilometer ke hulu. Pada tahun 1833, gempa bumi besar lainnya menciptakan tsunami setinggi 3-4 meter.

Pelabuhan itu sudah mulai dirintis pada tahun 1850 dengan jalur Batavia-Padang dengan kapal uap saat itu Belanda menilai Padang sangat berpotensi kopi dan rempah-rempah. Sebelum pembangunan Teluk Bayur, pelabuhan pertama di Kota Padang ini adalah Pelabuhan Muaro Padang yang berjarak 9 kilometer kearah utara, karena kapasitas yang kurang serta aliran sungai yang dangkal akhirnya memindai pelabuhan tersebut ke Teluk Bayur.

Hingga era Perang Dunia II, Pelabuhan Teluk Bayur merupakan salah satu dari lima pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya Singapura sebagai pelabuhan transit, Selat Malaka menjadi jalur pelayaran yang penting sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas perdagangan di Teluk Bayur.

Sejarah Kota Padang

Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatra dan ibu kota provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Kota ini merupakan pintu gerbang barat Indonesia dari Samudra Hindia. Secara geografi, Padang dikelilingi perbukitan yang mencapai ketinggian 1.853 mdpl dengan luas wilayah 694,96 km², yang mana lebih dari separuhnya berupa hutan lindung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 927.168 jiwa. Padang merupakan kota inti dari pengembangan wilayah metropolitan Palapa.

Sejarah Pelabuhan Teluk Bayur

Sejarah Kota Padang tidak terlepas dari peranannya sebagai kawasan rantau Minangkabau, yang berawal dari perkampungan nelayan di muara Batang Arau lalu berkembang menjadi bandar pelabuhan yang ramai setelah masuknya Belanda di bawah bendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hari jadi kota ditetapkan pada 7 Agustus 1669, yang merupakan hari penyerangan loji Belanda di Muara Padang oleh masyarakat Pauh dan Koto Tangah. Semasa penjajahan Belanda, kota ini menjadi pusat perdagangan emas, teh, kopi, dan rempah-rempah.

Memasuki abad ke-20, ekspor batu bara dan semen mulai dilakukan melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Saat ini, infrastruktur Kota Padang telah dilengkapi oleh Bandar Udara Internasional Minangkabau serta jalur kereta api yang terhubung dengan kota-kota lain di Sumatra Barat.

Sentra perniagaan kota berada di Pasar Raya Padang, dan didukung oleh sejumlah pusat perbelanjaan modern dan 16 pasar tradisional. Padang merupakan salah satu pusat pendidikan terkemuka di luar Pulau Jawa, ditopang dengan keberadaan puluhan perguruan tinggi, termasuk tiga universitas negeri.

Sebagai kota seni dan budaya, Padang dikenal dengan legenda Malin Kundang dan novel Sitti Nurbaya. Setiap tahunnya, berbagai festival diselenggarakan untuk menunjang sektor kepariwisataan. Di kalangan masyarakat Indonesia, nama kota ini umumnya diasosiasikan dengan etnis Minangkabau serta masakan khas mereka yang dikenal sebagai masakan Padang